Spesial Bukan Cacat

Posted by DIAZ Thursday, February 28, 2013 0 comments
Di sebuah toko hewan yang menjual berbagai jenis kucing peliharaan, terpajang sebuah pengumuman yang menyatakan bahwa ada beberapa anak kucing berusia sebulan yang siap dijual. Melihat pengumuman itu, seorang anak laki-laki, masuk ke dalam toko kemudian bertanya, "Berapa harga anak kucing yang Anda jual?" kemudian sang pemilik toko menjawab, "Satu anak kucing bisa diberi harga 50 ribu sampai 70 ribu rupiah,"

Anak laki-laki itu kemudian mengambil beberapa lembar uang yang ada di dalam saku celananya, "Uangku hanya lima puluh ribu, apakah aku boleh melihat-lihat anak yang Anda jual?"

Pemilik toko anjing itu tersenyum dan tidak keberatan, dia segera bersiul dan muncul beberapa ekor kucing yang berlarian menuju sang pemilik toko. Dari beberapa ekor anak kucing tersebut, ada salah satu yang berjalan sedikit pincang dan tertinggal di belakang. "Anak kucing itu kenapa?" tanya sang bocah.

Sang pemilik toko kemudian menjelaskan bahwa anak ia memang mengalami cacat fisik sejak lahir, pada salah satu kaki belakangnya. "Kalau begitu, aku mau membeli anak kucing itu," kata sang anak laki-laki.

"Aku sarankan agar kau tidak membeli yang cacat itu, tetapi kalau kau menginginkannya, aku akan memberikan secara cuma-cuma," ujar sang pemilik toko.

Wajah anak laki-laki itu tampak kecewa. "Aku tidak mau kalau Anda memberikan anak kucing itu secara cuma-cuma. Sekarang saya akan membanyarnya penuh, 50 ribu," ujarnya dengan suara yang yakin dan mantap.

"Nak, kenapa kau ingin membeli anak kucing cacat itu? Dia tidak bisa berlari dengan cepat, tidak bisa melompat dengan gesit dan bermain seperti lainnya," ujar sang pemilik toko.

Setelah terdiam beberapa detik, anak laki-laki itu menarik ujung celana panjang yang dia pakai. Tampak sepasang kaki yang terbuat dari bahan metalik, sepasang kaki palsu. "Aku juga tidak bisa berlari dengan cepat, tidak bisa melompat dengan bebas seperti anak-anak lainnya. Karena itu aku tahu bagaimana rasanya, dan anak kucing itu membutuhkan seseorang yang mengerti bagaimana rasanya menjadi sosok yang………………………….aku lebih suka menyebutnya spesial dibandingkan cacat,"

Pemilik toko langsung terharu dan mengatakan, "Aku akan berdoa agar anak-anak kucing yang lain bisa memiliki majikan sebaik dan sehebat dirimu, nak."

Baca Selengkapnya ....

Geser Dikit Saja!!

Posted by DIAZ Wednesday, February 27, 2013 0 comments
Seorang bapak sedang berkunjung ke rumah anaknya yg baru saja menempati rumah baru.

Pagi itu sang bapak menikmati terbitnya matahari pagi. Ternyata ada pohon yg cukup besar menghalangi pandangannya.

Sang bapak memanggil anaknya & mengatakan, " Nak sebaiknya ditebang saja pohon itu sebab menghalangiku menikmati indahnya sinar matahari pagi "

''Bapak, kenapa harus dipotong ? Bukankah bapak cukup menggeser tempat duduk saja,' kata anaknya.

Sang bapak menggeser tempat duduknya & terlihat matahari pagi, 'Oh ya..kamu benar nak,' jawabnya.

Begitulah kita semua....seringkali beranggapan bahwa sumber masalah kita penyebabnya berasal dari luar... tanpa berani mengatakan bahwa sebenarnya masalahnya ada di dalam diri kita sendiri yaitu cara berpikir kita.....

Cara kita memandang masalah sebenarnya sumber dari masalah.

Menggeser sedikit cara pandang kita sebenarnya bisa menyelesaikan dan memberikan solusi atas masalah kita tsb.

Seperti cerita diatas, sang bapak tidak perlu menebang pohon, akan butuh banyak biaya dan waktu yg dikeluarkan sementara hanya dgn menggeser tempat duduk masalahnya bisa menjadi selesai.

Itulah sebabnya cara pandang seseorg merupakan cerminan dari kehidupan yg dijalaninya.

.͡▹ Cara pandang yg sehat, maka akan membuat Perkataan kita menjadi baik dan santun..

.͡▹ Melalui Perkataan baik dan santun, maka akan timbul Tindakan yg baik dan bijaksana.

.͡▹ Melalui Tindakan yg baik dan bijaksana akan tercipta kebiasaan yg baik & sehat.

.͡▹ Dan melalui kebiasaan yg baik dan sehat inilah akan menentukan hidup yang Sehat dan bahagia dalam diri kita semua....

Baca Selengkapnya ....

Pemuda dan Orang Tua Bijak

Posted by DIAZ Monday, February 25, 2013 0 comments

Suatu hari seorang tua bijak didatangi seorang pemuda yang sedang dirundung masalah, Tanpa membuang waktu pemuda itu langsung menceritakan semua masalahnya. Pak tua bijak hanya mendengarkan dengan seksama, lalu Ia mengambil segenggam serbuk pahit dan meminta anak muda itu untuk mengambil segelas air.
Ditaburkannya serbuk pahit itu ke dalam gelas, lalu diaduknya perlahan,
“Coba minum ini dan katakan bagaimana rasanya “, ujar pak tua
“Pahit, pahit sekali “, jawab pemuda itu sambil meludah ke samping
Pak tua itu tersenyum, lalu mengajak tamunya ini untuk berjalan ke tepi telaga belakang rumahnya.
Kedua orang itu berjalan berdampingan dan akhirnya sampai ke tepi telaga yang tenang itu. Sesampai disana, Pak tua itu kembali menaburkan serbuk pahit ke telaga itu, dan dengan sepotong kayu ia mengaduknya.
“Coba ambil air dari telaga ini dan minumlah.”
Saat si pemuda mereguk air itu, Pak tua kembali bertanya lagi kepadanya,
“Bagaimana rasanya ?”
“Segar”, sahut si pemuda.
“Apakah kamu merasakan pahit di dalam air itu ?” tanya pak tua
“Tidak, ” sahut pemuda itu
Pak tua tertawa terbahak-bahak sambil berkata:
“Anak muda, dengarkan baik-baik. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam serbuk pahit ini, tak lebih tak kurang. Jumlah dan rasa pahitnya pun sama dan memang akan tetap sama. Tetapi kepahitan yg kita rasakan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki.
Pak tua itu lalu kembali memberi nasehat. Kepahitan itu akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkannya. Jadi saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu yg kamu dapat lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya itu, luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu”.
“Hatimu adalah wadah itu; Perasaanmu adalah tempat itu; Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi jangan jadikan hatimu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu menampung setiap kepahitan itu, dan merubahnya menjadi kesegaran dan kedamaian.Karena Hidup adalah sebuah pilihan, mampukah kita jalani kehidupan dengan baik sampai ajal kita menjelang? Belajar bersabar menerima kenyataan adalah yang terbaik”

Baca Selengkapnya ....

Thank You Allah

Posted by DIAZ Friday, February 22, 2013 0 comments

‘Ahamdulillaahi RABBIL ‘Aalamiin’,
Aku bermimpi suatu hari aku pergi ke surga dan  seorang malaikat menemaniku dan menunjukkan keadaan di surga. Kami berjalan  memasuki suatu ruang kerja penuh dengan para malaikat. Malaikat yang  mengantarku berhenti di depan
ruang kerja pertama dan berkata, ” Ini adalah Seksi  Penerimaan. Disini, semua permintaan yang ditujukan pada Allah  diterima”.
Aku melihat-lihat sekeliling tempat ini dan aku  dapati tempat ini begitu
sibuk dengan begitu banyak malaikat yang  memilah-milah seluruh permohonan
yang tertulis pada kertas dari manusia di seluruh  dunia.
Kemudian aku dan malaikat-ku berjalan lagi melalui  koridor yang panjang lalu
sampailah kami pada ruang kerja kedua.
Malaikat-ku berkata, “Ini adalah Seksi Pengepakan  dan Pengiriman. Disini
kemuliaan dan rahmat yang diminta manusia diproses  dan dikirim ke manusia-manusia yang masih hidup yang memintanya”.
Aku perhatikan lagi betapa sibuknya ruang kerja itu.  Ada banyak malaikat
yang bekerja begitu keras karena ada begitu  banyaknya permohonan yang
dimintakan dan sedang dipaketkan untuk dikirim ke  bumi.
Kami melanjutkan perjalanan lagi hingga sampai pada  ujung terjauh koridor
panjang tersebut dan berhenti pada sebuah pintu  ruang kerja yang sangat
kecil. Yang sangat mengejutkan aku, hanya ada satu  malaikat yang duduk
disana, hampir tidak melakukan apapun.  “Ini adalah Seksi Pernyataan Terima Kasih”, kata  Malaikatku pelan. Dia tampak malu.
“Bagaimana ini? Mengapa hampir tidak ada pekerjaan  disini?”, tanyaku.
“Menyedihkan”, Malaikat-ku menghela napas. ” Setelah
manusia menerima rahmat  yang mereka minta, sangat sedikit manusia yang
mengirimkan pernyataan terima kasih”.
“Bagaimana manusia menyatakan terima kasih atas rahmat Tuhan?”, tanyaku.
“Sederhana sekali”, jawab Malaikat. “Cukup berkata,’ALHAMDULILLAHI RABBIL
AALAMIIN, Terima kasih, Tuhan’ “.
“Lalu, rahmat apa saja yang perlu kita syukuri”,  tanyaku.
Malaikat-ku menjawab, “Jika engkau mempunyai makanan
di lemari es, pakaian  yang menutup tubuhmu, atap di atas kepalamu dan
tempat untuk tidur, maka  engkau lebih kaya dari 75% penduduk dunia ini.
“Jika engkau memiliki uang di bank, di dompetmu, dan  uang-uang receh, maka
engkau berada diantara 8% kesejahteraan dunia.
“Dan jika engkau mendapatkan pesan ini di komputer  mu, engkau adalah bagian
dari 1% di dunia yang memiliki kesempatan itu.
Juga…. “Jika engkau bangun pagi ini dengan lebih  banyak kesehatan
daripada kesakitan … engkau lebih dirahmati  daripada begitu banyak orang
di dunia ini yang tidak dapat bertahan hidup hingga  hari ini.
“Jika engkau tidak pernah mengalami ketakutan dalam  perang, kesepian dalam
penjara, kesengsaraan penyiksaan, atau kelaparan  yang amat sangat ….
Maka engkau lebih beruntung dari 700 juta orang di  dunia”.
“Jika engkau dapat menghadiri Masjid atau pertemuan  religius tanpa ada
ketakutan akan penyerangan, penangkapan, penyiksaan,  atau kematian …
maka  engkau lebih dirahmati daripada 3 milyar orang di  dunia.
“Jika orangtuamu masih hidup dan masih berada dalam
ikatan pernikahan …
maka engkau termasuk orang yang sangat jarang.
“Jika engkau dapat menegakkan kepala dan tersenyum,
maka engkau bukanlah
seperti orang kebanyakan, engkau unik dibandingkan
semua mereka yang berada
dalam keraguan dan keputusasaan.
“Jika engkau dapat membaca pesan ini, maka engkau
menerima rahmat ganda,
yaitu bahwa seseorang yang mengirimkan ini padamu
berpikir bahwa engkau
orang yang sangat istimewa baginya, dan bahwa,
engkau lebih dirahmati
daripada lebih dari 2 juta orang di dunia yang
bahkan tidak dapat membaca
sama sekali”.
Nikmatilah hari-harimu, hitunglah rahmat yang telah  Allah anugerahkan  kepadamu. Dan jika engkau berkenan, kirimkan pesan  ini ke semua  teman-teman-mu untuk mengingatkan mereka betapa  dirahmatinya kita semua.
“Dan ingatlah tatkala Tuhanmu menyatakan bahwa,  ‘Sesungguhnya jika kamu  bersyukur, pasti Aku akan menambahkan lebih banyak  nikmat kepadamu’ “.
(QS:Ibrahim (14) :7 )
Ditujukan pada : Departemen Pernyataan Terima Kasih: “Terima kasih,
Allah!  Terima kasih, Allah, atas  anugerahmu berupa kemampuan untuk menerjemahkan dan membagi pesan ini dan  memberikan aku begitu banyak teman-teman yang istimewa untuk saling berbagi”.

Baca Selengkapnya ....

Kemampuan Untuk Memberi

Posted by DIAZ Wednesday, February 20, 2013 0 comments
Pada suatu hari seorang wanita tua berjalan menyusuri bukit. Tak sengaja, matanya tertuju pada sebuah batu mengkilat yang berada di sela-sela batu besar. Batu itu kurang lebih sebesar kepalan tangan orang dewasa. Dengan berbagai usaha, diraih dan dipegangnya batu gemerlap itu.

Pada saat itu pula, lewat seorang pria muda yang sedang mencari kayu bakar. Tampak sekali dari pakainnya, bahwa lelaki itu adalah orang miskin. Lelaki itu melihat batu mengkilat yang dipegang oleh nenek tua, dan terperanjatlah dia ketika melihat sebuah berlian sebesar itu.

“Apa itu nek?” Lelaki itu bertanya, “Bolehkah aku memintanya?”

“Baiklah..” Jawab nenek itu seraya memberikan batu itu kepada sang lelaki tanpa beban sama sekali.

Setengah tidak percaya, lelaki itu segera menerima dan membawa pulang berlian besar itu. Sesampainya di rumahnya yang mulai reyot, lelaki itu mulai merancang berbagai strategi untuk memanfaatkan berlian besar tersebut agar dapat membuatnya kaya.. tanpa kehilangan batu itu sama sekali.

Besoknya, si lelaki memutuskan untuk menggadaikan berlian miliknya. Uang hasil gadai berlian itu ternyata cukup besar, dan uang itulah yang ia gunakan sebagai modal usaha. Tahun demi tahun dilalui, dan akhirnya lelaki itu tumbuh berkembang menjadi seorang pengusaha yang kaya-raya. Berlian yang dulu digadai itupun sudah dapat ditebusnya kembali.

Tapi entah kenapa, perlahan namun pasti mulai ada perubahan di diri lelaki itu. Ia mulai congkak, suka pamer, dan mulai melarutkan dirinya dalam kehidupan malam yang sangat menjijikkan. Lambat laun, teman-temannya mulai menjauh. Yang ada sekarang hanyalah orang-orang yang mau memanfaatkan dirinya.

Berbagai persaingan dan minimnya dukungan dari orang-orang terdekatnya, akhirnya membuat usaha lelaki itupun jatuh. Ia sekarang tidak mempunyai apa-apa lagi. Bahkan semua orang sudah meninggalkannya. Tetapi, ternyata tidak semua hartanya habis, ia masih memiliki batu berlian besar pemberian seorang nenek yang ia temui beberapa tahun lalu. Entah mengapa, ia mulai merasa menyesal kenapa ia harus meminta berlian tersebut dari nenek tua itu.

Akhirnya, dengan berbagai upaya, ia berusaha mencari kembali nenek tersebut. Setelah berhari-hari mencari, akhirnya lelaki itu menemukan rumah sang nenek, yaitu sebuah gubug kecil di perbukitan.

Sambil sujud tersungkur di hadapan sang nenek tua, laki-laki itu mengembalikan berliannya.

“Kenapa engkau dulu memberikan batu permata ini kepadaku?” kata lelaki itu sambil menangis, “Seharusnya, engkau memberikan sesuatu yang lebih berharga dari ini… yaitu kekuatan untuk memberi batu ini..”

Sambil tersenyum, nenek itu menjawab, “Aku sedang mengajarkannya padamu..”

Baca Selengkapnya ....

Cinta Sang Pemuda

Posted by DIAZ Tuesday, February 19, 2013 0 comments

Aku masih muda, dan aku punya cinta. 
Yang muda yang cintanya setia
Yang muda yang cintanya menyembuhkan lara
Yang muda yang cintanya menghapuskan dahaga
Yang muda yang cintanya bukan huru-hara
Yang muda yang cintanya tak sia-sia
Yang muda yang cintanya terpelihara
Yang muda yang cintanya elok mempesona
Yang muda yang cintanya bukan cerita biasa
Yang muda yang cintanya berterus terang tanpa rahasia
Yang muda yang cintanya mampu merubah dunia
Yang muda yang cintanya bersinar bercahaya
Yang muda yang cintanya berbunga-bunga
Yang muda yang cintanya semangat menyapa dunia
Yang muda yang cintanya semanis akhlaknya
Yang muda yang cintanya menembus cakrawala
Yang muda yang cintanya tak pernah putus asa
Yang muda yang cintanya selalu bahagia
Yang muda yang cintanya tak hanya ungkapan kata
Yang muda yang cintanya tak gampang binasa
Yang muda yang cintanya mengobati luka
Yang muda yang cintanya cetar membahana
Yang muda yang cintanya selalu berbagi cerita
Yang muda yang cintanya saling mendengarkan saat bersua
Yang muda yang cintanya bisa mencairkan suasana
Yang muda yang cintanya tak akan pernah tua
Yang muda yang cintanya selembut kain sutra
Yang muda yang cintanya tak kalah dengan para tetua
Yang muda yang cintanya menjadi inspirasi untuk sekitarnya
Yang muda yang cintanya mengubah mimpi menjadi nyata
Dan yang muda yang cintanya bernafaskan ridho-Nya..
Umur boleh muda, tapi cinta jangan sampai menua   :-)

Baca Selengkapnya ....

Kisah Dua Tukang Sol (Bag.4)

Posted by DIAZ Monday, February 18, 2013 0 comments

Setelah gagal membuka jasa sol di sebuah mall mewah, Mang Udin meneruskan profesinya sebagai tukang sol keliling. Setiap hari selalu semangat untuk berkeliling menawarkan jasanya. Senyum dari istri tercinta dan lambaian sayang dari kedua anaknya selalu memberikan energi lebih bagi mang Udin setiap melakukan aktivitasnya setiap hari.
Saat melawati sebuah jalan, ada seorang pemuda yang memanggilnya. Pemuda tersebut memegang sebuah sepatu yang pastinya akan diperbaiki.
“Ada yang bisa dibantu pak?” tanya mang Udin dengan ramah.
“Iya mang, sol sepatu saya copot, bisa diperbaiki? Ini sepatu kesayangan saya.” kata si pemuda itu.
“Baik pak, boleh saya lihat?”, kata mang Udin sambil menyodorkan tangannya.
Sepatu itu pun diberikan oleh si pemuda kepada mang Udin. Mang Udin kemudian memeriksa sepatu itu.
“Ini bisa saya lem pak. Tapi kalau ingin lebih kuat, bisa saya tambahkan tahitan.” kata mang Udin
“Nanti jahitannya kelihatan donk.” kata si pemuda.
“Tentu saja, tapi jangan khawatir, jahitan yang terlihat tidak akan mengganggu tampilannya untuk model sepatu ini. Mamang lihat, banyak sepatu model kaya gini dengan jahitan terlihat jelas. Jahitan itu dibuat dari pabriknya.” kata mang Udin.
“Baiklah, tapi jahitannya yang rapi yah … ” kata si pemuda agak khawatir.
“Insya Allah, jahitan mamang memang rapi.” kata mang Udin sambil langsung memperbaiki sepatu itu.
Setelah selesai, si Pemuda nampak puas. Jahitannya rapi dan sepatu itu justru terlihat lebih bagus.
“Wah bagus sekali mang.” kata si pemuda. “Berapa?”
“Seperti biasa saja pak.” kata mang Udin.
Setelah sepakat harga, mang Udin menerima bayaran plus tip dari si pemuda tersebut.
“Jahitan mamang bagus sekali, mengapa tidak membuka service sepatu profesional saja? Seperti di pertokoan atau di mall?” tanya si pemuda.
“Tapi, tidak semudah itu pak.” kata mang Udin. “Saya sudah mencobanya, tetapi saya gagal. Katanya saya belum siap untuk mengelola service profesional pak.”
“Memangnya kenapa mang?” tanya si pemuda menyelidiki.
“Katanya, mamang tidak ngerti manajemen dan keuangan. Maklum saja pak, saya bukan orang sekolahan.” kata mang Udin menjelaskan.
“Mamang dulu waktu masih kecil bisa memperbaiki sepatu tidak?” tanya si pemuda.
“Ya tidak pak, mamang bisa memperbaiki sepatu karena terpaksa. Karena tidak ada pekerjaan, mamang belajar ke teman mamang. Terus mamang jadi tukang sol sampai sekarang.”
“Tuh kan, mamang asalnya tidak bisa memperbaiki sepatu, sekarang jadi sangat ahli.” kata si pemuda.
“Terima kasih pak atas pujiannya.” jawab mang Udin sambil tersenyum.
“Mamang belum mengerti maksud saya.” kata si pemuda.
“Memang maksud bapak apa?” tanya mang Udin bingung.
“Dulu mamang tidak bisa memperbaiki sepatu, sekarang jadi bisa. Artinya, meski pun mamang sekarang tidak bisa manajemen dan keuangan, nanti mamang akan bisa jika mau belajar.” kata si pemuda
“Tapi tidak semudah belajar sol. Manajemen dan keuangan kan susah, sementara mamang tidak sekolah tinggi.” jawab mang Udin.
“Betul mang, memang tidak mudah. Untuk maju kita harus melalui berbagai kesulitan, termasuk sulitnya belajar.” jelas si pemuda. “Lagi pula, mamang tidak perlu mahir bener dalam manajemen dan keuangan. Pelajari saja yang praktis dan aplikatif untuk pekerjaan mamang. Tidak perlu harus menjadi sarjana manajemen dan keuangan.”
“Oh gitu… Dimana saya bisa belajar?” tanya mang Udin.
“Sekarang banyak kursus mang. Mamang bisa ikut kursus manajemen dan keuangan UKM. Tidak sulit koq.” jelas si pemuda.
“Mahal tidak pak?” tanya mang Udin.
“Mahal tidaknya relatif mang.”
“Penghasilan tukang sol itu tidak besar pak, mana cukup untuk ikut kursus.” jelas Mang Udin.
“Sekali lagi, memang tidak mudah. Jika kita ingin maju, kita harus mau berkorban, salah satunya investasi untuk kepala kita. Itu adalah pilihan, apakah mamang akan begini terus atau ingin maju. Jika betah dengan kehidupan seperti ini, silahkan lanjutkan tanpa harus mengorbankan uang dan waktu untuk memperbaiki diri.” kata si pemuda.
“Betul sekali pak.” kata mang Udin sambil manggut-manggut.
“Saya dapat 3 keuntungan hari ini, yang harus saya syukuri.” kata mang Udin.
“Apa itu mang?” tanya si pemuda penasaran.
“Pertama mamang dapat pekerjaan perbaikan sepatu dari bapak. Kedua saya dapat tip dari bapak. Dan, ketiga saya dapat nasihat dari bapak yang luar biasa. Alhamdulillah, terima kasih ya Allah.” kata mang Udin.
“Alhamdulillah. Mamang hebat. Pandai sekali menyukuri setiap nikmat yang mamang dapatkan. Saya jadi belajar dari mamang.” kata si pemuda.
“Itu kan sudah kewajiban kita sebagai manusia, berterima kasih kepada Allah yang memberi banyak nikmat.” kata mang Udin.
“Saya yakin, Allah akan membukakan pintu rezeki buat mamang lebih lebar lagi, karena mamang pandai bersyukur.” tanya si pemuda itu.
“Insya Allah, saya yakin itu. Selama ini saya berdo’a semoga Allah menunjuki saya jalan untuk hidup lebih baik dan saya dipertemukan dengan bapak disini. Penjelasan bapak seolah ada tambahan cahaya yang menerangi jalan saya. Terima kasih pak.” kata mang Udin dengan wajah serius.
“Luar bisa. Saya sering berbicara dan memberikan saran ke banyak orang. Kebanyakan mereka malah mengeluh dan beralasan. Tapi tidak dengan mamang. Saya lihat ada potensi sukses pada di mamang.” kata pemuda itu.
“Benarkah?” kata mang Udin dengan antusias.
“Ya tentu saja. Mamang memiliki pikiran positif. Mindset mamang sudah bagus, mindset seorang yang sukses. Lanjutkan, tidak lama lagi hidup mamang akan lebih baik lagi. Saya optimis.” kata si pemuda sambil pamit dan masuk rumahnya.
Mang Udin, tambah optimis dan memiliki kepercayaan diri semakin besar untuk meraih hidup yang lebih baik lagi. Dia pun yakin, pertolongan Allah akan terus bersamanya selama dia mau menerimanya dan bersyukur atas semua nikmat yang telah Allah berikan kepadanya.
****
Bersambung …

Baca Selengkapnya ....

Cara Sederhana Untuk Bahagia

Posted by DIAZ Sunday, February 17, 2013 0 comments


Oleh: Ust. Mohammad Fauzil Adhim
  
Betapa dekat kebahagiaan bagi mereka yang menetapi do'a ini:

"اَللَّهُمَّ قَنِّعْــنِيْ بِـمَا رَزَقْــــتَــنِيْ، وَبَارِكْ لِيْ فِيْهِ، وَاخْلُفْ عَلَى كُـلِّ غَائِـبَةٍ لِيْ بِـخَيْرٍ"

“Ya Allah, jadikanlah aku merasa qana’ah (merasa cukup, puas, rela) terhadap apa yang telah engkau rezeqikan kepadaku, dan berikanlah barakah kepadaku di dalamnya, dan jadikanlah bagiku semua yang hilang dariku dengan yang lebih baik.”


Mengingat sejenak sabda Nabi shallaLlahu 'alaihi wa sallam, "قَدْ أفْلَحَ مَنْ أسْلَمَ وَرُزِقُ كَفَا فًا، وَ قَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ Beruntunglah orang yang memasrahkan diri, dilimpahi rezeqi yang sekedar mencukupi dan diberi kepuasan oleh Allah terhadap apa yang diberikan kepadanya." HR. Muslim, At-Tirmidzi, Ahmad dan Al-Baghawi.

Betapa sederhanya kebahagiaan. Ingatlah sejenak bagaimana Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallambergurat pipinya karena alas tidur kasar. Hari ini betapa banyak yang memiliki tempat tidur mewah, tapi hampir-hampir tak pernah ia rasai tidur yang nikmat. Betapa berbeda.

Tengoklah Nabi shallaLlahu 'alaihi wa sallam. Betapa sederhana makannya. Tak menuntut syarat yang berat, justru jadikan makan lebih nikmat. Sungguh, ketika engkau tak meninggikan syarat terhadap apa yang engkau reguk dari dunia ini, semakin mudah engkau rasai kebahagiaan. Dan apakah yang lebih berharga daripada ganti yang lebih baik; ganti yang lebih membawa kebaikan atas apa-apa yang terlepas dari kita?

Maka do'a riwayat Al-Hakim (beliau menshahihkannya) yang dicontohkan oleh Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam ini merupakan kunci agar kita mampu bersikap secara tepat terhadap dunia: qana'ah terhadap rezeqi dari-Nya, barakah atas rezeqi yang kita terima dan ganti yang lebih baik (bukan lebih banyak)atas apa-apa yang terlepas dari kita. Sungguh, rezeki yang tak barakah, amat jauh dari kebaikan.

Jika tiga hal ini ada pada kita, maka semoga lisan kita mampu memanjatkan do'a yang menyempurnakan pembersihan jiwa kita. Semoga.

Do'a itu  (semoga kita dapat menghayati sepenuh kesungguhan.) adalah:

اَللَّهُمَّ إنِّي أعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَ الْحَزَنِ،وَ الْعَجْزِ وَ الْكَسَلِ،وَالْبُخْلِ وَ الْجُبْنِ،وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَ غَلبَةِالرِّجَالِ

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari (bahaya) rasa gundah gulana dan kesedihan, (rasa) lemah dan malas, (rasa) bakhil dan penakut, lilitan hutang dan penguasaan orang lain.”

Inilah do'a yang memohon pertolongan Allah Ta'ala agar kita mampu mengalahkan hasrat untuk mengistirahatkan badan di saat ada kebaikan yang seharusnya kita kerjakan; memohon kekuatan untuk TIDAK berpelit dalam mengulurkan rezeki kepada orang lain; serta kelapangan hati untuk memberi kan jasa kita yang membawa kebaikan.

Maka, jika engkau berkeinginan untuk berkelimpahan rezeki agar waktu istirahatmu lebih banyak dan engkau dapat bersantai-santai kapan pun engkau mau, sesungguhnya engkau telah mengingkari do'a yang dituntunkan oleh Nabi shallaLlahu 'alaihi wa sallam ini. Dan jika engkau pergi ke sana kemari untuk menyeru manusia agar bersegera perkaya diri sehingga dapat bermalas-malasan, sadarilah bahwa mereka sedang mengajak manusia untuk menjauh dari sunnah dan menghindar dari kebaikan. Padahal bersama sunnah ada barakah.

Semoga kita terhindar dari ghurur (terkelabui) disebabkan angan-angan kita sendiri. Marilah kita memanjatkan do'a kepada Allah Ta'ala:

"اللهُمَّ أَرِنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا التِبَاعَةَ وَأَرِنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ"

“Ya Allah, tunjukilah kami bahwa yang benar itu benar dan berilah kami rezeki kemampuan untuk mengikutinya. Dan tunjukilah kami bahwa yang batil itu batil, serta limpahilah kami rezeki untuk mampu menjauhinya.”

Semoga kita tak terpedaya oleh persepsi kita sendiri. Sungguh, kebenaran itu bukan bergantung pada persepsi kita. Baik dan buruk juga bukan bergantung kepada persepsi kita. Bukan bergantung pada cara pandang kita. Hari ini, ketika banyak manusia menyerukan bahwa yang paling penting adalah persepsi kita tentang sesuatu, marilah kita ingat kembali do'a ini. Di masa yang semakin jauh dari kehidupan NabishallaLlahu 'alaihi wa sallam ini, semoga Allah Ta'ala limpahi kita hidayah agar tidak mudah takjub pada kebanyakan perkataan manusia yang terlepas dari Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah.

Lisan kita berdo'a. Hati kita berharap. Tapi, apakah kita pun merenungkan maknanya?Top of Form


Baca Selengkapnya ....

Selalu Ada Sisi Baik

Posted by DIAZ Saturday, February 16, 2013 0 comments
Di sebuah negeri ada seorang Raja yang punya Perdana Menteri yang sangat optimis. Setiap kali Raja merasa jengkel, selalu saja Perdana Menteri mampu menemukan sisi positif dari tiap situasi.

Suatu hari, mereka berdua berjalan melintasi hutan lebat. Di tengah jalan, Raja beristirahat sambil membelah buah kelapa sebagai pelepas dahaga. Sedang enak-enaknya makan buah kelapa, tanpa sengaja Sang Raja menggigit batok kelapa yang keras hingga giginya terlepas. Ia menjerit kesakitan. Mendengar keluhan Raja, Perdana Menteri malah tersenyum sambil berteriak, "Wow, itu bagus ... !"

"Kenapa kamu berkata seperti itu ?" tanya Raja keheranan.

"Ya, karena itu ada pertanda keberuntungan untuk Baginda."

Mendengar jawaban ini, Raja menjadi marah. Bagaimana mungkin penderitaan Raja dianggap lucu oleh Perdana Menterinya ?

"Baginda, mohon dengarkan saya," desak Perdana Menteri, "dibalik setiap kejadian yang tidak mengenakkan selalu terdapat sisi baik yang tidak kita lihat."

"Cukup! Ini sudah keterlaluan!" seru Sang Raja. Ia menangkap dan mengikat Perdana Menteri. Dimasukkan ke dalam sumur kering. Sang Raja akan menjemputnya nanti sepulang dari perjalanannya.

Sang Raja melanjutkan perjalanannya. Setelah berjalan cukup jauh, ia dihadang sekelompok suku liar yang sedang mencari orang untuk dikurbankan pada Dewa Gunung. Begitu tahu bahwa yang ditangkap adalah seorang Raja, mereka sangat senang. Dibawanya Raja untuk dikorbankan sebagai korban sajian. Sang Raja dirias dengan pakaian kurban yang indah.

Ketika algojo siap memenggal lehernya, pemimpin upacara berteriak menghentikan upacara itu. Ia melihat ada satu gigi Sang Raja yang telah tanggal.

"Kami tidak bisa menggunakan engkau sebagai kurban karena Dewa Gunung hanya berkenan menerima kurban yang tubuhnya lengkap. Kamu boleh pergi sekarang!"

Sang Raja sangat bersyukur. Ia lari cepat-cepat meninggalkan suku liar itu. Tiba-tiba ia teringat apa yang dikatakan oleh Perdana Menterinya: "Ada sisi keberuntungan dari sesuatu yang dianggapnya sebagai kesialan."

Bergegas ia menjenguk Perdana Menterinya yang masih tertinggal di dalam sumur kering. Ketika melongok ke dalam sumur, Sang Raja melihat Perdana Menterinya tersenyum gembira. Sang Raja menolongnya keluar dari sumur dan memintan maaf atas apa yang telah ia lakukan. Kemudian ia menceritakan apa yang dialaminya.

"Ah, Baginda tak perlu meminta maaf," jawab Perdana Menteri sambil tersenyum.

"Bukankah bagi hamba, adalah sebuah berkat jika hamba dilempar ke dalam sumur?"

"Bagaimana mungkin?" tanya Sang Raja terheran-heran.

"Baginda, seandainya hamba pergi bersama Baginda, maka suku liar itu akan menggunakan hamba sebagai kurban pengganti bagi Dewa Gunung!"


Dan dari peristiwa itulah Sang Raja akhirnya berusaha selalu mengambil sisi positif dari setiap kejadian.

Baca Selengkapnya ....

Sabar Dalam Kesetiaan

Posted by DIAZ Friday, February 15, 2013 0 comments
Sore itu, rumah Zainal ramai. Bedanya, ramai yang tampak di depan rumahnya adalah tanda sebuah keramaian yang cukup menegangkan. Sebuah berita mengejutkan datang, Zainal jatuh dan stroke. Mengerti akan bahaya pembunuh nomor satu di dunia tersebut, Surti bergegas membawa suaminya ke klinik terdekat. Dibantu dengan sanak keluarga, Surti mengantarkan Zainal menuju klinik kesehatan yang terletak di ujung desa.

Singkat cerita, dari klinik desa diinformasikan bahwa Zainal harus dirujuk dan diopname ke rumah sakit kota. Surti dan kerabat pun membantunya. Maklum, kebiasaan warga desa memang demikian. Toleransi dan rasa saling tolong menolongnya cukup tinggi. Terlebih, Zainal adalah seorang pemuka agama, bisa dipastikan banyak orang yang segan dengannya.

Ini sudah masuk tahun ketiga Zainal dirawat di rumah dengan penyakit komplikasi. Sejak kepulangannya dari rumah sakit tiga tahun lalu, Zainal dinyatakan menderita beragam penyakit. Diabetes, kanker paru-paru, stroke, dan asam urat.

Dalam kurun waktu itulah Surti tetap setia di samping suaminya. Ia bergumam dalam hati sambil memandang wajah suaminya yangsemakin kurus karena sakit yang berkepanjangan, wajah itu tak segagah dulu, bahkan kelihatan guratan kepayahan karena berbagai penyakit yang di deritanya, "Aku sudah renta. Tetapi aku masih sehat. Jika aku meninggalkan suamiku dalam keadaan sakit, aku akan mendapatkan apa nanti di akhirat?"

Benar, Surti mengajarkan arti kesetiaan pada pasangan meski telah renta dan sakit. Hingga saat itu tiba, Surti tak lagi hanya mengajarkan arti kesetiaan, tapi juga kesabaran.

Berulang kali Zainal mengerang kesakitan. Berulang kali pula Surti harus menyabar-nyabarkan hatinya melayani suaminya. Jika boleh durhaka, Surti akan meninggalkan suaminya dan menikah dengan orang lain. Lalu hidup bahagia. Jika boleh durhaka, Surti akan balas membentak suaminya yang mulai rewel untuk makan bahkan sholat. Namun ia selalu ingat akan pelajaran yang diajarkan suaminya dulu.

"Dalam sakit, kesabaran seseorang itu tengah diuji. Jika sabar, maka itu adalah tanda bahwa Tuhan akan memberikan derajat yang lebih tinggi padamu."

Berbicara memang mudah, namun melakukannya adalah hal yang sulit. Zainal siang itu marah, melempar gelas tepat mengenai wajah Surti. Darah mengucur dari pelipis bercampur dengan isakan tangis.

Bukannya membalas, Surti justru merangkul suaminya dengan penuh kasih. Menangis di telapak kaki sang suami, memohon ampun jika selama ini ia kurang sabar dalam merawat.

"Maafkan aku, Bah. Aku belum sabar dan pandai merawatmu. Aku memang tak tahu rasa sakit yang kau derita. Tapi, semampuku inilah aku membantumu. Maaf jika hanya sebatas ini kemampuanku."

Mendengar penuturan sang istri, Zainal pun menangis, berusaha memeluk sang istri. Tak pernah dibayangkan hal tersebut dilakukan pada sang istri yang telah sabar merawatnya, rasa bersalah, menyia nyiakan, dan setumpuk penyesalan tumpah bersamaan dengan airmata yang deras mengalir : “ berlianku tercinta (itu nama panggilan kesayangan zainal kepada surti) maafkan abah kalau telah menyakitimu” peluk kasih yang tak terhindarkan, dan surti pun merasa kepedihan, kelelahan, kesabaran yang berkepanjangan terobati karena mendengar panggilan kesayangan dari suaminya tercinta terlontar.

Memang sejak suaminya sakit panggilan kesayangan (berlian) itu tidak pernah terdengar lagi, mungkin karena sakit dan derita yang lama sehingga Zainal tidak memperhatikan istrinya. Dan perasaan inilah yang membuat zainal jadi kuat, dalam posisi lemah ada yang setia bersamanya dalam duka serta derita.

Manusia adalah tempat salah dan lupa. Terlebih saat mendapatkan cobaan, tak sedikit dari mereka yang justru mengeluh, mencaci, serta tak memperhatikan lagi orang2 di sekelilingnya yang tetap setia dan mencintainya, bahkan mengutuk Tuhan karena sakit yang berkepanjangan. Padahal, pintu menuju kelas berikutnya tengah disiapkan untuknya. Namun, kealpaan sering membuat orang yang semula sabar menjadi berlaku sebaliknya. kesabaran itu tak terbatas. Ingatlah, Tuhan akan selalu bersamamu jika kau selalu bersabar dalam banyak hal.

Baca Selengkapnya ....

Keteladanan Umar Bin Khattab

Posted by DIAZ Thursday, February 14, 2013 1 comments
Krisis itu masih melanda Madinah. Korban sudah banyak berjatuhan. Jumlah orang-orang miskin terus bertambah. Khalifah Umar Bin Khatab yang merasa paling bertanggung jawab terhadap musibah itu, memerintahkan menyembelih hewan ternak untuk dibagi-bagikan pada penduduk.

Ketika tiba waktu makan, para petugas memilihkan untuk Umar bagian yang menjadi kegemarannya: punuk dan hati unta. Ini merupakan kegemaran Umar sebelum masuk islam. “Dari mana ini?” Tanya Umar.

“Dari hewan yang baru disembelih hari ini,” jawab mereka.

“Tidak! Tidak!” kata Umar seraya menjauhkan hidangan lezat itu dari hadapannya. “Saya akan menjadi pemimpin paling buruk seandainya saya memakan daging lezat ini dan meninggalkan tulang-tulangnya untuk rakyat.”

Kemudian Umar menuruh salah seorang sahabatnya,” Angkatlah makanan ini, dan ambilkan saya roti dan minyak biasa!” Beberapa saat kemudian, Umar menyantap yang dimintanya.

Kisah yang dipaparkan Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya ar-Rijal Haular Rasul itu menggambarkan betapa besar perhatian Umar terhadap rakyatnya. Peristiwa seperti itu bukan hanya terjadi sekali saja. Kisah tentang pertemuan Umar dengan seorang ibu bersama anaknya yang sedang menangis kelaparan, begitu akrab di telinga kita. Ditengah nyenyaknya orang tidur. Ia berkeliling dan masuk sudut-sudut kota Madinah. Ketika bertemu seorang ibu dan anaknya yang sedang kelaparan, Umar sendiri yang pergi mengambil makanan. Ia sendiri juga yang memanggulnya, mengaduknya, memasaknya dan menghidangkannya untuk anak-anak itu.

Ketika kelaparan mencapai puncaknya Umar pernah disuguhi remukan roti yang dicampur samin. Umar memanggil seorang badui dan mengajaknya makan bersama. Umar tidak menyuapkan makanan ke mulutnya sebelum badui itu melakukannya terlebih dahulu. Orang badui sepertinya sangat menikmati makanan itu. “Agaknya Anda tidak pernah merasakan lemak?” Tanya Umar.

“Benar,” kata badui itu. “Saya tidak pernah makan dengan samin atau minyak zaitun. Saya juga sudah lama tidak menyaksikan orang-orang memakannya sampai sekarang,” tambahnya.


Mendengar kata-kata sang badui, Umar bersumpah tidak akan makan lemak sampai semua orang hidup seperti biasa. Ucapannya benar-benar dibuktikan. Kata-katanya diabadikan sampai saat itu, “Kalau rakyatku kelaparan, aku ingin orang pertama yang merasakannya. Kalau rakyatku kekenyangan, aku ingin orang terakhir yang menikmatinya.”

Padahal saat itu Umar bisa saja menggunakan fasilitas Negara. Kekayaan Irak dan Syam sudah berada ditangan kaum Muslimin. Tapi tidak. Umar lebih memilih makan bersama rakyatnya.

Pada kesempatan lain, Umar menerima hadiah makanan lezat dari Gubernur Azerbeijan, Utbah bin Farqad. Namun begitu mengetahui makanan itu biasanya disajikan untuk kalangan elit, Umar segera mengembalikannya. Kepada utusan yang mengantarkannya Umar berpesan, “Kenyangkanlah lebih dulu rakyat dengan makanan yang biasa Anda makan.”

Sikap seperti itu tak hanya dimiliki Umar bin Khattab. Ketika mendengar dari Aisyah bahwa Madinah tengah dilanda kelaparan. Abdurrahman bin Auf yang baru pulang dari berniaga segera membagikan hartanya pada masyarakat yang sedang menderita. Semua hartanya dibagikan.

Ironisnya, sikap ini justru amat jauh dari para pejabat sekarang. Penderitaan demi penderitaan yang terus melanda bangsa ini, tak meyadarkan mereka. Naiknya harga kebutuhan pokok sebelum harga BBM naik dan meningkatnya jumlah orang-orang miskin, tak menggugah hati mereka. Bahkan, perilaku boros mereka kian marak.

Anggota Dewan yang ditunjuk rakyat sebagai wakil, justru banyak yang berleha-leha. Santai dan mencari aman. Pada saat yang sama, para pejabat yang juga dipilih langsung, tak pernah memikirkan rakyat. Yang ada dalam benak mereka , bagaimana bisa aman selama lima tahun ke depan.

Mereka yang dulu vocal mengkritik para pejabat korup dan zalim, justru kini diam. Ia takut kalau kursi yang saat ini didudukinya lepas. Sungguh jauh beda dengan Abu Dzar al-Ghifari, seorang sahabat Rasulullah saw. Ketika suatu saat dia cukup pedas mengkritik para pejabat di Madinah, Ustman bn Affan memindahkannya ke Syam agar tak muncul konflik. Namun, ditempat inipun ia melakukan kritik tajam pada Muawiyah bin Abu Sufyan agar menyantuni fakir miskin.

Muawiyah pernah mengujinya dengan mengirimkan uang. Namun ketika esok harinya uang itu ingin diambilnya kembali, ternyata Abu Dzar telah membagikannya pada fakir miskin.

Sesungguhnya, negeri kita ini tidak miskin. Negari kita kaya. Bahkan teramat kaya. Tapi karena tidak dikelola dengan baik, kita menjadi miskin. Negeri kita kaya, tapi karena kekayaan itu hanya berada pada orang-orang tertentu saja, rakyat menjadi miskin. Kekayaan dimonopoli oleh para pejabat, anggota parlemen dan para pengusaha tamak.

Di tengah suara rintihan para pengemis dan orang-orang terlantar, kita menyaksikan para pejabat dan orang-orang berduit dengan ayik melancong ke berbagai negari. Mereka seolah tanpa dosa menghambur-hamburkan uang dengan membeli barang serba mewah.

Ditengah gubuk-gubuk reot penuh tambalan kardus bekas, kita menyaksikan gedung-gedung menjulang langit. Diantara maraknya tengadah tangan-tangan pengemis, mobil-mobil mewah dengan santainya berseleweran. Pemandangan kontras yang selalu memenuhi hari-hari kita.

Dimasa Umar bin Abdul azis, umat islam pernah mengalami kejayaan. Kala itu sulit mencari mustahiq (penerima) zakat. Mereka merasa sudah mampu, bahkan harus mengeluarkan zakat. Mereka tidak terlalu kaya. Tapi, kekayaan dimasa itu tidak berkumpul pada orang-orang tertentu saja.

Disinilah peran zakat, infak dan shadaqah. Tak hanya untuk ‘membersihkan’ harta si kaya, tapi juga menuntaskan kemiskinan.

Jika ini tidak kita lakukan, kita belum menjadi mukmin sejati. Sebab, seorang Mukmin tentu takkan membiarkan tetanggana kelaparan. Rasulullah saw bersabda, “Tidak beriman seseorang yang dirinya kenyang, sementara tetangganya kelaparan.” (HR. Muslim)

Baca Selengkapnya ....

Belajar dari Paku

Posted by DIAZ Wednesday, February 13, 2013 0 comments
Pada suatu ketika, hidup seorang anak yang sangat pemarah. Hal-hal sepele bisa menjadikannya naik pitam. Tapi beruntung bagi anak itu, ia memiliki seorang bapak yang sangat bijaksana.

Suatu hari, sang bapak memberikan anak itu sekarung paku. Bapak itu meminta agar anaknya melampiaskan kemarahannya dengan memakukan 1 paku ke tembok belakang rumah. Satu paku untuk setiap satu kali marah.

Hari pertama pun dilalui. Hari ini anak itu marah sebanyak 35 kali, maka sebagai konsekwensinya, anak itu harus memasang 35 paku pula di tembok belakang rumah.

Hari demi hari pun berlalu, dan tampaknya terapi ini mulai berjalan lancar. Setiap hari, jumlah paku yang ditanamkan ke tembok itu makin berkurang, dari 35 menjadi 30, menjadi 23 dan seterusnya. Bahkan setelah menginjak hari ke seratus, anak itu sudah sama sekali tidak menanamkan paku ke tembok. Dengan gembira anak itu mengabarkan kepada bapaknya, bahwa sekarang ia lebih dewasa dan dapat mengendalikan emosinya.

Sang bapak langsung memeluk anak itu, dan mengucapkan selamat kepadanya. “Masih ada satu tahap lagi, nak” kata bapak itu. “Mulai sekarang, cabutlah 1 paku dari tembok setiap saat kamu dapat bersabar dan memaafkan orang yang membuatmu marah..”

Anak itu pun segera menuruti perintah bapaknya. Setiap kali ia dapat bersabar dan memaafkan kesalahan orang, ia mencabut satu paku dari tembok. Hari demi hari pun berlalu, hingga tiba saat dimana ratusan paku di tembok tersebut telah habis dicabut.

Anak itu pun kembali pada bapaknya, dan melaporkan keberhasilannya tersebut. “Kamu telah berhasil nak.. kamu telah menjadi seorang anak yang luar biasa.” Bapak itu melanjutkan, “Tetapi coba amati sekali lagi tembok itu”.

Sambil mengelus lubang-lubang bekas paku di tembok, bapak itu kembali melanjutkan kata-katanya. “Lihatlah tembok ini, sekalipun kamu sudah mencabut seluruh paku yang ada, tetapi tembok tidak dapat kembali utuh lagi seperti sedia kala, banyak sekali lubang menganga dan retakan di tembok ini.” Bapak itu kemudian melanjutkan, “Setiap kamu melukai orang lain.. selamanya kamu tidak akan dapat menghapuskan luka itu.. sekalipun kamu sudah meminta maaf dan mencabut semua kemarahan dari orang-orang sekitarmu.” ( Luka pasti membekas )

Baca Selengkapnya ....

Kisah 2 Tukang Sol (Bag.3)

Posted by DIAZ Tuesday, February 12, 2013 0 comments

Setelah bertemu dengan Bang Soleh yang sudah sukses memiliki jasa service sepatu premium di salah satu mall, mang Udin menjadi lebih semangat dalam bekerja. Dia jelas terinspirasi oleh bang Soleh. Dalam hatinya dia berharap dan yakin harapannya akan tercapai. Dia selalu berdo’a setiap hari, bahkan bangun malam untuk shalat tahujud dan memanjatkan do’a agar kehidupannya lebih baik.
Selain itu, dia meminta istrinya untuk ikut mendo’akannya. Tidak lupa juga, dengan sengaja silaturahim ke rumah orang tua dan mertuanya untuk meminta dorongan do’a. Dan dia setiap hari terus berusaha, menjajakan jasanya dengan pikulannya berkeliling . Rasa optimis ini ternyata menjadikan penghasilan jauh lebih besar dibandingkan sebelumnya.
Penghasilannya sudah lumayan dan tidak pernah lagi api di dapurnya padam. Tidak pernah lagi anaknya jalan kaki karena tidak punya ongkos ke sekolah. Bahkan mang Udin dan istrinya sudah mulai menabung untuk masa depan kedua anaknya.
Perbaikan ekonomi mang Udin tidak menjadikannya malas. Dia malah makin bersemangat dan terus bersyukur serta masih tetap berharap bahwa usahanya akan lebih baik.
“Yah, saya bersyukur usaha ayah sudah lebih baik. Hanya saja saya bertanya-tanya, kapan kita akan seperti bang Soleh yah?” kata istrinya sambil membereskan bekas makan malam mereka.
“Tenang saja bu, insya Allah suatu saat akan datang saatnya. Seperti kondisi kita saat ini, bukankah ini harapan kita dimasa lalu? Sekarang sudah menjadi kenyataan.” jawab mang Udin, sambil membantu istrinya mengangkat tumpukan piring kotor ke dapur.
“Iya, ibu yakin. Ngomong-ngomong, apa yang dilakukan ayah supaya lebih baik seperti bang Soleh?” kata istrinya sambil menatap suaminya.
“Iya juga, selama ini ayah berdo’a dan tetap keliling. Tapi, bagaimana yah caranya supaya bisa ningkatin usaha ayah?” kata mang Udin sambil mikir.
“Ya udah, tidak usah dipikirkan. Ibu sudah sangat bersyukur. Bisa makan setiap hari, bisa membekali anakanak ke sekolah, bisa menabung, dan membeli pakaian. Ini sudah lebih dari cukup. Syukuri saja yang ada, tidak usah terlalu muluk-muluk.” kata istrinya sambil melangkah ke dapur mau mencuci piring.
Mang Udin memikirkan apa yang dikatakan istrinya. Dia bingung, bagaimana caranya untuk meningkatkan usahanya, meski dia optimis.
“Apa yah yang harus saya lakukan?” pikir dia.
“Apakah sudah cukup mensyukuri yang ada dan tidak usaha muluk-muluk ingin lebih baik lagi?” pikirannya makin dalam, memikirkan apa yang dikatakan istrinya.
Namun dia teringat apa yang dikatakan bang Soleh, bahwa dia pada awalnya juga bingung. Kemudian berubah menjadi bisa.
“Oh iya, mungkin sekarang masih bingung, tapi nanti saya akan menemukan jawabannya. Saya tidak akan menyerah untuk hidup yang lebih baik.” itu yang dikatakannya dalam pikirannya, tanpa terasa dia sambil mengepalkan tangannya saking semangat.
Ternyata istrinya melihat, sambil tersenyum bertanya:
“Ngapain yah, koq kayak mau ninju gitu?”
“Ayah tidak akan menyerah!” kata mang Udin sambil menoleh istrinya.
“Lho, setahu ibu, ayah tidak pernah menyerah dari dulu. Itu yang membuat ibu dan anak-anak bangga ke ayah.” jawab istrinya sambil tersenyum.
“Maksud ayah, saya tidak akan menyerah untuk meraih apa yang ayah inginkan.” jawab mang Udin semangat.
“Oooo.” kata istrinya. “Tapi bagaimana caranya yah?” dilanjutkan dengan pertanyaan.
Ayah belum tau sekarang, tapi akan mencari tau. ” jawab mang Udin tetap semangat.
“Waw… semangat ni yee… ” kata istrinya sambil tertawa.
Keesokan harinya, seperti biasa mang Udin keliling untuk menjajakan jasanya memperbaiki sepatu. Sepulang keliling, dia melihat sebuah sepeda motor di depan rumahnya. Dia bertanya-tanya, itu sepeda motor siapa.
“Assalamu’alaikum…” katanya sambil membuka pintu.
“Wa’alaikum salam”, jawab istrinya sambil menghampiri mang Udin. Kemudian istri mang Udin mengambil gelas dan mengisinya dengan air teh hangat.
“Ini minumnya yah.” kata istri Mang udin sambil menyodorkan gelas.
“Terima kasih bu. Itu motor siapa?” tanya mang Udin sambil melirik ke luar.
“Oh iya, itu motor bang Soleh.” jawab istrinya.
“Mana bang Soleh-nya?” tanya mang Udin semangat.
“Tadi kan hanya ibu di rumah, jadi bang Soleh nunggu di Masjid sebelah katanya.” jelas istri mang Udin yang memang tidak pernah menerima tamu bukan muhrim saat suaminya tidak ada di rumah.
“Oh, kalau gitu ayah mau susul ke Masjid sekalian shalat Maghrib.” jelas mang Udin yang langsung menuju Masjid di dekatnya.
“Assalamu’alaikum bang Soleh.” kata mang Udin begitu melihat bang Soleh yang sedang duduk di teras masjid. Tentu saja bang Soleh menjawab salam dan menyambutnya. Mereka pun berbicang-bincang saling menanyakan kondisi dan keluarga. Mereka terlihat begitu senang dan cerita.
Setelah shalat maghrib, mereka pun langsung menuju rumah. Sesampainya di rumah, istrinya sudah menyiapkan makan malam.
“Ayo bang, makan dulu.” kata istri mang Udin.
“Nggak usah, tidak akan lama koq. Saya hanya ingin mengundang mang Udin ke bengkel sepatu saya di Mall. Kebetulan teman saya mau datang dan ingin ngobrol dengan mang Udin.” kata bang Soleh.
“Teman yang memodali abang maksudnya?” tanya mang Udin penasaran sambil penuh harap.
“Iya. Tadi pagi ngobrol, katanya ingin buka bengkel sepatu baru di mall lain. Saya menyarankan mang Udin yang mengelolanya.” jelas bang Soleh.
“Yang bener?” tanya mang Udin dengan mata berbinar.
“Iya… ” jawab bang Soleh sambil tersenyum. “Besok ditunggu sekitar jam 10 pagi.”
“Boleh-boleh, insya Allah saya datang.” kata mang Udin dengan semangat.
Setelah mereka makan malam, bang Soleh pun pulang. Mang Udin langsung mengucapkan syukur karena mendapatkan peluang yang dia impikan selama ini.
“Betul kan bu? Kita jangan menyerah.” kata mang Udin sambil menatap istrinya.
“Coba kalau kita menyerah, jangan-jangan peluang ini tidak datang.” lanjut mang Udin memotong istrinya yang akan bicara.
“Iya yah, alhamdulillah.” jawab istrinya sambil tersenyum tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya.
Keesokannya, mang Udin sengaja tidak keliling, dia langsung ke Mall untuk menemui teman bang Soleh. Sekitar 1 jam mang Udin, bang Soleh, dan teman bang Soleh berbicara. Kemudian mang Udin pun pulang dengan wajah yang kurang ceria. Sesampainya di rumah, dia disambut istrinya.
“Bagaimana yah?” kata istrinya dengan semangat.
“Tidak jadi bu.” jawab mang Udin.
“Kenapa yah?” tanya istrinya.
“Katanya ayah belum siap untuk mengelola bengkel sepatu profesional. Dia minta ayah belajar dulu mengelola usaha.” jelas mang Udin.
“Ya udah lah, tidak apa-apa. Kita lanjutkan saja yang sudah berjalan dengan baik.” jawab istrinya dengan raut kecewa, namun berusaha menghibur diri dan suaminya.
“Saya tidak akan menyerah bu. Ayah memang kecewa, tetapi pertemuan tadi memberikan hikmah yang luar biasa bagi ayah.Ternyata selama ini, ayah tidak pernah menyiapkan diri, tidak pernah belajar agar siap meningkatkan usaha. Jadi, saat peluang itu datang, ayah tidak siap.” jelas mang Udin masih menyimpan nada semangat.
“Kita sudah meminta kepada Allah, namun saat Allah memberikannya, kita sendiri yang tidak siap.” lanjut mang Udin.
“Oh gitu… Iya juga. Tapi yang sudah, sudahlah. Kesempatan tidak datang dua kali.” kata istrinya sambil mengambil air minum untuk mang Udin.
Memang betul bu, kesempatan tidak datang dua kali, tetapi mungkin puluhan, ratusan, bahkan jutaan. Saya tidak akan menyerah, ayah akan mempersiapkan diri untuk menyambut peluang-peluang lainnya.” jelas mang Udin makin semangat.
Istrinya tersenyum sambil geleng-geleng.
“Kenapa bu? Ngejek ayah yah?” tanya mang Udin menatap istrinya penasaran.
“Bukan begitu. Ibu jadi tambah kagum ke ayah, dan senang saat ayah mengatakan ‘saya tidak akan menyerah’. Bisa katakan sekali lagi yah?” pinta istrinya sambil menatap mang Udin, tidak lupa sambil tersenyum.
Mang Udin pun langsung menyambut permintaan istrinya sambil mengepalkan tangan dan tersenyum:
“Insya Allah saya bisa, saya tidak akan menyerah, sebab ada Allah yang membantu saya.”
****
Bersambung ke bagian 4.

Baca Selengkapnya ....
Tutorial SEO dan Blog support Cikaha Fashion Store - Original design by Weeldan | Copyright of Blogging Yuuk!!.

Followers